Kita dipanggil untuk hidup berbagi dengan orang lain. Bagi sebagian besar orang hal ini tidaklah mudah untuk dilakukan. Ada banyak alasan orang tidak mau berbagi, diantaranya adalah: 1) takut menjadi kurang dengan apa yang diberikan kepada orang lain; 2) tidak memberi keuntungan apapun untuk dirinya; 3) tiap orang memiliki hak prerogatif sepenuhnya untuk menguasai segala miliknya; dan masih banyak alasan yang lain. Apapun alasannya, kita tidak dapat menangkis perintah Tuhan untuk memperhatikan para janda, fakir miskin, orang yang sedang sakit atau orang yang ada dalam kelemahan. Ada banyak firman Tuhan yang mengajak kita untuk hidup berbagi dengan orang lain sebagai ungkapan kasih kita kepada Tuhan itu sendiri. Satu langkah awal untuk memperingan langkah kita agar dapat hidup berbagi dengan orang lain adalah dengan menyadari bahwa semua yang ada pada kita hanyalah titipan Tuhan. Kepandaian, kemapanan, kesehatan adalah titipan Tuhan untuk dikelola dengan baik. Tiap titipan selalu Tuhan berikan satu paket dengan yang namanya kepercayaan dan penugasan. Semua yang ada pada diri kita saat ini menjadi sarana Allah melihat sampai seberapa baik kita dapat dipercaya olehNya; dipercaya untuk melakukan apa yang Ia kehendaki. Jadi, segala sesuatu yang kita miliki sekarang tidak pernah berhenti sampai pada urusan kepemilikan itu sendiri, tapi pada bagaimana kita melakukan sesuatu bagi Allah dengan kepemilikan tersebut. Kepandaian tidaklah berhenti sampai pada urusan ‘Saya memang orang yang diberkati Allah dengan kepandaian,” tetapi pada ‘Apa yang Allah mau saya lakukan dengan kepandaian ini?’ Bila kita memiliki penghayatan hidup yang seperti ini, maka perintah Tuhan untuk kita hidup berbagi tidaklah sulit dan aneh untuk dilakukan.
Namun harus diakui bahwa tanpa perlu penghayatan hidup yang demikian pun orang dapat mempraktikkan hidup berbagi dengan orang lain. Memang banyak orang yang mau berbagi, namun sedikit yang bermurah hati. Orang mau berbagi kekayaan, kuasa, kepandaian, atau apa saja yang bisa ia bagikan namun tidak sedikit yang melakukannya sebagai cara untuk mengembalikan keuntungan yang lebih besar kepada dirinya sendiri, bukan dengan sebuah ketulusan yang lahir dari kemurahan hatinya untuk memberi bagi orang lain. UUD, Ujung-Ujungnya Diri sendiri yang sedang diperjuangkan. Orang lebih mudah bermurah hati untuk berbagi dengan orang lain yang keadaannya jauh lebih lemah (dibawah) dia ketimbang berbagi dengan orang yang ’selevel’ dengannya. Level pengetahuan, level kedudukan, level pekerjaan, dll. Memang lebih mudah bagi seorang kaya untuk menolong yang miskin daripada orang kaya menolong orang kaya yang lain, lebih mudah orang pandai berbagi ilmu dengan orang bodoh daripada dengan orang pandai lainnya. Itu terjadi bukan karena memandang orang-orang yang sama (selevel) dengannya tidak membutuhkan pertolongan, namun karena kuatir akan tersaingi. Mari berbagi apa yang kita miliki dan lakukanlah dengan murah hati.